Penulis : Redaksi baliinside.id
Hari ini kami mau membahas bantuan pangan dari pemerintah selama masa Pandemi Covid-19. Kami gregetan melihat banyak netizen mengaku belum mendapat bantuan, baik bantuan medis, materil dan pangan. Hari ini kami khusus bahas bantuan pangan.
Pertama – tama, siapa yang harusnya pemerintah berikan bantuan pangan? Yang harusnya diberikan adalah masyarakat yang rawan kekurangan pangan. Masyarakat miskin atau kurang mampu. Kalau tidak mau disebut miskin bisa masyarakat pra sejahtera, artinya mereka yang belum sejahtera dan menuju sejahtera.
Masyarakat tersebut adalah mereka yang dapurnya ngebul, jika bekerja. Jika tidak, mereka sangat rawan. Di Bali masyarakat miskin masih tercatat sebanyak 156.910 orang dengan persentase 3,61% dari seluruh penduduk Bali, itu pertama yang harus dibantu.
Bantuan untuk masyarakat prasejahtera yakni PKH (Progran Keluarga Harapan) dan BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) atau kartu sembako. Ini bantuan pokok diberikan selama mereka masih dengan kondisi prasejahtera. Penerima PKH di Bali awalnya sejumlah 79.051 KK atau KPM. Kartu sembako atau BPNT, awalnya sejumlah 141.219 KPM.
Pada masa sebelum pandemi ini berjalan normal, artinya mereka sudah terbantu. Pada masa pandemi Covid-19, kedua bantuan ini diperluas lagi. Ada penambahan penerima PKH di Bali sejumlah 8.365 KK sehingga total menjadi 87.416 KK. Kartu Sembako atau BPNT penambahan KPM bahkan mencapai 65.982 KK sehingga kini total KPM untuk BPNT di Bali berjumlah 207.201. Ini untuk menghindari adanya masyarakat pra sejahtera baru. Ini Bantuan dari Pemerintah Pusat atau Presiden Jokowi.
Selanjutnya, memperluas lagi jangkauan dengan BLT Dana Desa. Syaratnya cuma 3, masyarakat miskin atau kurang mampu, kehilangan mata pencaharian dan anggota keluarga dengan penyakit kronis. Di beberapa Kabupaten, untuk mengkategorikan masyarakat miskin atau kurang mampu itu disederhanakan dengan masyarakat yang tidak memiliki kendaraan roda 4 dan aset (rumah) di luar wilayah Desa. Hasilnya, masyarakat kelas menengah dan hampir sejahtera pun dapat BLT Dana Desa. Ini juga kebijakan Presiden Jokowi.
Selanjutnya, yang masih tersisa diajukan untuk menerima Bantuan Sosial Tunai (BST) dari Kementrian Sosial ini datanya langsung dari pemerintah pusat, kami kurang begitu yakin, tentang data terakhir yang mereka pakai. BST ini jumlahnya sama dengan BLT Dana Desa, 600 ribu rupiah. Juga Kebijakan Presiden Jokowi.
Ada Bantuan Kementrian Pariwisata untuk pelaku wisata, seperti supir travel dan biro perjalanan wisata yang dirumahkan. Langsung didata di pusat, penyalurannya melalui TNI Polri.
Bantuan sosial dari Pemerintah Kabupaten, terupdate Kabupaten Badung sudah penyetahan tahap ke II. Kabupaten lain juga sudah, Gianyar, Karangasem dll.
Kami kebetulan mendapat kesempatan untuk mendapingi Desa dalam pembagian bantuan ini, dari awal sampai sekarang. Dari rumitnya pendataan sampai lelahnya penyaluran.
Kami melihat langsung dengan mata kepala sendiri betapa beratnya perangkat Desa bekerja untuk melakukan pendataan. Betapa bingung dan hati-hatinya mereka ditengah berubah-ubahnya regulasi pemerintah, terutama pemerintah pusat. Kadang, perangkat desa bekerja dari pukul 8 pagi hingga 10 malam. Hari libur, hari minggu mereka masih kebut untuk melakukan pendataan. Tujuannya, agar tidak ada warganya yang tercecer. Salah, mereka langsung perbaiki.
Nah banyak yang bertanya, Gubernur Bali mana Sembakonya? Selama saya mengenal Bpk Wayan Koster 7 tahun lalu, saya tahu pasti kerja pak Koster seperti apa. Detail, rigid, terstruktur dan terukur. Setiap kebijakan yang diambil selalu dengan pertimbangan matang dan terukur dengan indikator.
Menurut saya, Pak Koster tahu betul, mekanisme penyerahan bantuan akan berjalan berbulan-bulan. Benar saja butuh 2 bulan untuk melakukan pendataan BLT Dana Desa dan BST dari Kemesnsos. Bantuan yang harusnya sudah diberikan pada bulan April baru bisa direalisasikan pada awal Mei hingga pertengahan Mei. Kendalanya? Rumitnya pendataan dan berubahnya regulasi pemerintah pusat.
Pak Koster kemudian mengeluarkan kebijakan strategis terkait bantuan pangan. Dia langsung menginstruksikan realokasi anggaran Desa Adat untuk bantuan pangan. Sejumlah maksimal 100 juta dari 300 juta rupiah dan 50 juta juta untuk oprational selama penanganan wabah Covid-19 berbasis desa adat. Itupun kriteria penerimanya lebih longgar lagi dan menyasar masyarakat lebih luas di lingkungan desa adat. Di beberapa desa adat, bantuan ini sudah mulai direalisasikan. Jumlahnya jika maksimal bisa disalurkan 100juta x 1.493 Desa Adat atau 149,3 miliar. Bisa cek desa adat masing-masing, mampunkah menyerap 100% anggaran tersebut, menurut kami sudah diserap 70% saja sudah bagus. Sebab, yang tidak boleh mendapat bantuan Desa Adat adalah ASN, TNI/Polri dan mereka yang digaji oleh uang negara.
Bantuan Pangan Desa Adat prinsipnya adalah menyasar mereka yang belum tercover bantuan sumber lainnya. Mengapa pakai Dana Desa Adat, dana itu sudah di transfer sehingga begitu BLT Dana Desa, BST Kemensos cair tanpa menunggu lama harusnya Bantuan Desa Adat cair. Ini strategi memotong birokrasi ala Gubernur Koster. Pemprov Bali tidak lagi butuh waktu lama melakukan pendataan, tidak butuh waktu lama melakukan pengadaan bantuan karena semua mandiri dilakukan desa adat. Bagusnya lagi Desa Adat diamanatkan oleh Gubernur untuk membeli bahan pangan di warung atau penyedia sekitar desa. Artinya ekonomi juga bergerak, yang tidak dapat bantuan kecipratan dapat penjualan sembako. Terutama di warung-warung.
Dengan skema itu, asumsi kami jika Perangkat Desa bekerja maksimal, Manggala Desa Adat Bekerja maksimal hampir separuh dari KK di Bali sudah mendapat bantuan. Kami contohkan di Daerah Kabupaten Terkaya seperti Badung pun, prosentase Kepala Keluarga yang menerima bantuan pangan mencapai angkat antara 40% hingga 65% persen jumlah KK. Dan di Badung secsra keseluruhan sudah 39,82% yang mendapat bantian. Masih ada yang belum dapat Bantuan Sembako, mungkin saja anda masuk skema bantuan lain yang belum cair, seperti Kartu Prakerja atau anda dianggap golongan yang bukan rentan kekurangan pangan.