BALIINSIDE.ID, DENPASAR — Ketua TP PKK Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster berkesempatan untuk menjadi salah satu narasumber dalam acara Focus Group Discussion (FGD) terkait Upaya Penekanan Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dalam acara yang diinisasi oleh Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Provinsi Bali tersebut menghadirkan 3 narasumber lainnya, diantaranya adalah Psikiater senior Prof LUh Ketut Suryani, Anggota Polda Bali Sang Ayu Saparini dan Ketua Bali Sruti Dr Luh Ketut Reniti. Kegiatan yang di hadiri oleh Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Provinsi Bali Dewa Gede Mahendra Putra ini berlangsung di Wiswa Sabha Pratama, Kantor Gubernur Bali, pada Jumat (6/3).
Menurut Putri Koster faktor dominan penyebab KDRT bersifat kolektif atau multy factors. Oleh karena itu solusi yang diperlukan juga terdiri dari banyak faktor dan perlu melibatkan banyak pihak misalnya kesiapan dalam membangun rumah tangga, kedewasaan calon pengantin, kesiapan ekonomi, pengetahuan masing-masing pasangan, lingkungan keluarga, lingkungan sosial, budaya dan lain-lain. Karena tak dapat dipungkiri lagi, kerap kali terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga yang berujung hingga merenggut nyawa seseorang.
“Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan kejadian yang merusak sendi-sendi utama ketahanan keluarga dengan korban terbanyak perempuan dan anak. Dampaknya pun juga akan terbawa dalam siklus kehidupan dan tumbuh kembang anak dalam rumah tangga. Oleh karena itu, meskipun sulit pencegahan KDRT bisa dimulai dari keluarga itu sendiri,” ujar Putri Koster.
KDRT menyerupai lingkaran sebab akibat yang kompleks dan rumit namum memiliki dampak yang cukup signifikan pada anak. Apa lagi anak-anak dalam masa pertumbuhan baik mentel maupun psikisnya juga akan terdampak.
“Anak yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang mengalami KDRT cenderung akan meniru ketika mereka dewasa. Anak perempuan yang melihat ibunya dipukul ayahnya dan ibunya diam saja, tidak melapor atau melawan, maka anaknya cenderung melakukan hal yang sama ketika dalam berumah tangga ia mengalami KDRT,” ungkapnya.
Hal ini perlu menjadi perhatian bahwa untuk mengatasi kekerasan terhadap perempuan membutuhkan upaya yang serius di bidang hukum dan budaya. Produk hukum terkait pengaturan tata kelola dan penggunaan internet harus memasukkan dimensi pencegahan kekerasan terhadap perempuan, bukan semata-mata hanya dalam konteks pornografi. Kasus KDRT yang dulu dianggap mitos dan persoalan pribadi, kini menjadi urusan publik yang nyata dan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
“Di ranah PKK Serangkaian upaya terus kami lakukan untuk mencegah KDRT mulai dari keluarga dan anak-anak. Besar harapan agar sosialisasi ini memberikan pemahaman pada generasi muda tentang potensi, pencegahan, dan dampak dari KDRT serta pemahaman tentang pentingnya ketahanan keluarga,” ungkapnya.
Selain itu, keterlibatan laki-laki juga menjadi hal yang tidak boleh terlewatkan dalam hal pencegahan KDRT. Seluruh elemen masyarakat harus berkolaborasi dalam pencegahan dan penghapusan KDRT sedini mungkin. “Tidak lupa saya mengajak seluruh perempuan agar mengedepankan cintah kasih dalam merawat rumah tangga sehingga tercipta keluarga yang harmonis dan anak2 yang cerdas dan berkualitas,” tutup Ny. Putri Koster. her/biid