NTB dan NTT Dukung Pembentukan UU Provinsi Bali

by -

BALIINSIDE.ID, DENPASAR, — Provinsi Bali dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Undang-Undang tersebut masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

Sehingga Undang-undang ini sudah kurang sesuai dengan kondisi saat ini, karena yang berlaku adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Hal itu dibahas dalam Rapat Konsultasi dan Koordinasi serta Ramah Tamah Gubernur Bali dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Anggota DPR RI, DPD RI Dapil Bali, Pimpinan DPRD Provinsi Bali, NTB, NTT, di Gedung Kerta Sabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali, Selasa (3/3) malam.

Dalam Undang-undang tersebut, Bali, NTB, dan NTT merupakan negara bagian bernama Sunda Kecil sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat. Selain itu, Undang-undang ini hanya bersifat administratif, tidak memberi kerangka hukum pembangunan Bali secara utuh sesuai potensi dan karakteristik. Sehingga kurang mampu mengakomodasi kebutuhan perkembangan zaman dalam pembangunan daerah Bali.

Mengingat Bali sebagai destinasi wisata terbaik di dunia sangat sensitif dengan berbagai isu yang berdampak pada industri pariwisata. Sehingga kedepan  perlu untuk menata pembangunan Bali secara fundamental dan komprehensif, tentu harus dengan payung hukum yang memadai. Tujuan dari RUU ini agar pembangunan di provinsi Bali dapat diselenggarakan secara menyeluruh, terencana, terarah dan terintegrasi.

“Jadi memang ini harus kita lakukan penyesuaian dan kami ingin pembangunannya di Bali ini bisa di jalankan dengan manajemen satu kesatuan wilayah yaitu Satu Pulau Satu pola dan Satu tata kelola. Karena Bali ini sangat kecil 5646 km2 dengan jumlah penduduk nya cuma 4,2 juta jiwa, Kabupaten nya cuma 8 dan 1 kota, 57 Kecamatan dan 636 desa dan 80 Kelurahan dan kelebihnya di Bali Ada 1493 desa adat,” jelas Gubernur Bali, Wayan Koster.

Gubernur Koster juga menambahkan, undang-undang untuk Bali ini penting untuk menata pembangunan di Bali yang berkaitan dengan alamnya, manusianya dan juga kebudayaannya. Karena Bali memiliki kekuatan di bidang budaya, tidak memiliki kekuatan dari sumber daya alam seperti dengan daerah-daerah lainnya. “Bali kaya dengan adat istiadatnya, tradisi, seni dan budaya serta kearifan lokal yang menjadi modal dasar dari kehidupan masyarakat di Bali yang harus dipelihara dengan baik,” tambahnya.

Materi dan sistematika RUU Provinsi Bali terdiri dari 12 Bab dan 39 Pasal yaitu : Bab I Ketentuan Umum; Bab II Asas Dan Tujuan; Bab III Posisi, Batas, Dan Pembagian Wilayah; Bab IV Pola Dan Haluan Pembangunan Bali; Bab V Pendekatan Pembangunan Bali; Bab VI Bidang Prioritas Pembangunan Bali; Bab VII Pembangunan Bali Secara Tematik; Bab VIII Pembangunan Perekonomian Dan Industri; Bab IX Kewenangan Pemerintahan Provinsi Bali; Bab X Pedoman Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Bali; Bab XI Pendanaan, dan Bab XII Ketentuan Penutup.

Terkit hal tersebut Gubernur Koster menerangkan, sebenarnya RUU ini hanya mengatur bagaimana membangun Bali dengan potensi yang dimiliki agar bisa dijalankan secara optimal sesuai dengan potensi dan kondisi yang ada di provinsi Bali. Bukan undang-undang untuk menjadikan Bali sebagai otonomi khusus tapi otonomi sebagaimana yang berjalan yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Harus diberikan agar daerah itu bisa maju dan bergerak dan memberdayakan potensi secara baik. Kita mempertegas undang-undang ini harus berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” terangnya dengan tegas.

Ia juga menyebut UU Provinsi Bali sebagai sesuatu yang sangat mendesak untuk dilakukan penyesuaiannya. Undang-undang ini sudah kami ajukan di Komisi II DPR RI, DPD RI, Badan Legislasi DPR RI, kepada Mendagri, Menkumham.

Di Bali ada Desa Dinas juga ada Desa Adat dengan Subak. Ini perlu diatur dengan peraturan daerah provinsi Bali yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang ada di Provinsi Pali. Pola dan haluan pembangunan Bali dijadikan sebagai satu kesatuan agar pembangunan di Bali ini bisa diselenggarakan secara berkala untuk membangun dan memberdayakan semua potensi yang ada di provinsi Bali.

“Selain itu juga mengembangkan tata kehidupan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal.  Serta mengarusutamakan kebudayaan Bali, karena ini satu-satunya kekayaan yang kami punya, kami harus hidup dan survive dengan kebudayaan yang ada di Bali. Karena tidak ada sumber daya alamnya jadi satu-satunya sumber daya yang kami miliki adalah budaya yang harus dijaga dengan baik dan itu harus dijadikan sebagai kekuatan utama untuk membangun Bali dengan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali,” ujar Gubernur Koster.

Mengembangkan suatu tatanan baru dalam pembangunan Bali yaitu secara tematik yang meliputi pembangunan yang berbasis pada spiritual, wilayah konservasi dan juga wilayah pertanian. Jadi ini yang  dikembangkan sebagai basis pembangunan Bali yang dikembangkan secara tematik di kabupaten/kota di Bali. Karena Bali menjadi destinasi wisata dunia, kami ke depan tidak akan mengeksploitasi semua wilayah untuk menjadi destinasi wisata seperti yang ada di Badung.

Jadi seperti sekarang ini karena gangguan virus Corona goncang semua dan akibatnya terganggu perekonomian di Bali. Jadi Pemerintah serta masyarakat Bali ingin agar Bali itu dibangun dengan Satu tatanan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, lebih alami dengan budayanya tetapi bisa survive ke depan, tentu sebagai destinasi wisata yang berkelanjutan yang ramah lingkungan. Harus ditata dalam satu kesatuan wilayah agar tidak terjadi ketimpangan terlalu jauh antara kabupaten yang satu dengan yang lain di provinsi Bali.

Gubernur Koster menambahkan, Bali, NTB, NTT punya keunikan masing-masing. Punya potensi yang harus diberikan ruang dengan kuat agar masing-masing daerah ini bisa maju dengan potensi yang dimilikinya. “Saya mohon dukungan dari bapak Gubernur NTB dan Gubernur NTT,” tambah Gubernur Koster.

Terkait hal tersebut Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat dan Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah sangat mendukung berdirinya undang-undang tentang provinsi Bali. Tapi tentunya tidak boleh menghilangkan undang-undang yang telah ada terkait terbentuknya 3 (tiga) provinsi. Ada sejarah terbentuknya 3 (tiga) provinsi yang harus kita jaga agar sejarah para senior-senior yang telah bersama-sama membangun 3 (tiga) provinsi, terangnya.

Dalam semangat inklusif itu juga menurut mereka apapun undang-undangnya, apapun bentuknya tetapi dunia akan maju dalam sebuah peradaban yang maju dengan borderless. Jangan sampai ada batas batas-batas administratif dan batas-batas pelayanan yang sangat kaku yang membuat kita sangat tidak bisa berhubungan satu sama lain.

“Karena itu dalam semangat ini Saya dengan Pak Zulkieflimansyah (Gubernur NTB) bersama dengan pak Wayan Koster (Gubernur Bali) sangat setuju dan mendorong percepatan agar bisa cepat selesai, kalau bisa dalam 3 (tiga) bulan sudah jadi undang-undang in. Kami senang, tapi tolong sejarah terbentuknya tiga provinsi ini tetap dicantumkan sebagai dasar terbentuknya undang-undang itu, urusan nanti didalamnya macam apa tetapi kita terikat di dalam sebuah semangat yang dibangun pada masa itu,” pungkasnya.

Pada kesempatan ini turut dihadiri, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, Anggota DPR RI Dapil Bali, Anggota DPD RI Dapil Bali, Pimpinan DPRD Provinsi Bali, Pimpinan DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), Pimpinan DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT), serta Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dilingkungan Pemprov Bali. her/biid