Denpasar, Balinside.id – Direktorat Reskrimum Polda Bali melanjutkan pemeriksaan saksi korban mafia tanah, Joko Sugianto, Kamis (16/7/2020). Jurnalis senior itu dimintai keterangan penyidik unit III selama tiga jam nonstop.
Gerak cepat Polda Bali ini bertolak belakang dengan Unit I Sat Reskrim Polresta Denpasar. Laporan perusakan rumah yang diajukan wartawan yang akrab dipanggil Yanto ini sudah empat bulan lalu, tetapi jalan di tempat.
“Kita apresiasi gerak cepat penyidik Polda, tapi kita sayangkan laporan klien kami di Polresta tidak ada progresnya,” kata kuasa hukum Sugianto dari LBH KAI Bali, Agus Samijaya, usai pemeriksaan.
Kembali ke materi pemeriksaan, kata Samijaya, masih seputar pendalaman bukti-bukti kepemilikan rumah Sugianto. “Ini pemeriksaan sebagai saksi pemalsuan kuitansi jual-beli tanah yang diajukan Pujiama,” imbuh Samijaya.
Dari sekitar 22 pertanyaan, sambung Samijaya, penyidik kembali mempertanyakan adanya kuitansi pembelian tanah Wayan Padma ke Pujiama yang terindikasi palsu. Kuitansi tertanggal 10 Maret 1990, tapi menggunakan meterai enam ribu rupiah. Padahal, meterai itu baru beredar 2006-2009, sedang tahun1990 masih meterai senilai satu ribu rupiah. Blanko kuitansi juga keluaran tahun 2000. Guna menghilangkan jejak angka dua dicoret.
“Ya, klien kami tahu adanya kuitansi itu, setelah ditanyakan ke Pujiama ternyata tidak benar. Pujiama menyangkal telah menjual tanahnya ke Padma. Ia yakin hanya menjual ke klien kami,” jelas Samijaya.
Berdasar kuitansi yang diduga palsu itulah Samijaya meyakini kasus ini merupakan ulah mafia tanah. Banyak oknum lintas profesi terlibat dalam perkara ini. Terlebih dari beberapa saksi, termasuk Sugianto, tidak mengenal nama Wayan Padma tinggal dan menguasai secara terus-menerus tanah di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Merak Sesetan atau tepatnya di tanah yang ditinggali Sugianto.
“Jadi, keterangan seporadik yang digunakan mengurus sertifikat pantas disebut palsu. Banyak saksi yang menyatakan tanah di Gang Merak itu milik Pujiama,” tegas Samijaya.
Oleh karena itu, Samijaya bersama LBH KAI Bali meminta Polda Bali segera menuntaskan perkara ini agar korban tidak banyak berjatuhan. Harapan serupa ditujukan pada Polresta Denpasar segera merampungkan laporan perusakan rumah Sugianto yang direbut Wayan Padma.
“Kami di Tim LBH KAI juga sepakat meminta Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah Bali turut turun tangan,” harap mantan aktivis pergerakan mahasiswa ini.
Permintaan Samijaya ini diperkuat pernyataan srikandi LBH KAI Bali, Anisa Defbi Mariana. Menurut pengacara muda ini, kasus mafia tanah bisa merugikan banyak pihak. Indikasinya, terduga pelaku cepat-cepat mengalihkan hak tanah yang dirampas ke pihak lain melalui PTSL yang dicetuskan Presiden Jokowi.
Modus operandi ini, tegas Anisa, jelas untuk mengaburkan tindak kejahatan agar tidak terdeteksi aparat penegak hukum.
“Sepakat dengan Pak Samijaya, kejahatan mafia tanah harus diberantas tuntas agar tidak menciderai program pemerintah Presiden Jokowi,” kata Anisa di Polda Bali.
Sementara sehari sebelumnya, Rabu (15/7/2020), penyidik juga memeriksa saksi Wulan Prasetyo. Dia tetangga Sugianto di Batas Dukuh Sari, Gang Merak Sesetan, Denpasar. Saksi menjelaskan ke penyidik kalau tanah di Gang Merak, termasuk yang dibeli Sugianto, milik Pujiama. Itu dibuktikan perjanjian kontrak sejak 2002 hingga 2035 pada Pujiama bukan Padma.
“Nama Padma muncul 1018 lalu. Tapi, warga tidak ada yang kenal dia. Semua warga bayar kontrak ke Pujiama. Pak Joko Sugianto beli tanah juga ke Pujiama,” terang Yoyok.
Guna mengonfirmasi data lebih detil, BPN Denpasar memanggil Joko Sugianto, Jumat (17/7/2020) besok. Sesuai surat panggilan, Sugianto diminta klarifikasi serta keterangan terkait kepemilikan rumah yang diserobot Padma. Undangan juga disampaikan kepada Wayan Padma. Sayangnya, pihak Padma waktu dipanggil Rabu lalu bersama Pujiama mangkir. Sedangkan Pujiama diwakili tim kuasa hukumnya, Wihartono. (*suarabali.com)