DENPASAR, Baliinside.id – Proses hukum kasus perampasan tanah disertai perusakan rumah jurnalis senior Joko Sugianto di Jalan Batas Dukuh Sari Gang Merak, Sesetan, Denpasar yang diduga dilakukan sindikat mafia tanah lelet. Kondisi ini menjadi perhatian serius aktivis Bali Wayan Gendo Suardana. Pada wartawan di Denpasar, Sabtu sore (1/8) Gendo menyatakan polisi lambat menangani perkara ini. Apabila polisi cepat bertindak, tidak akan ada barang bukti ( BB ) gembok hilang dari TKP. Teradu juga tidak bebas keluar masuk apalagi sampai mengacak acak rumah korban sebagaimana terjadi tiga hari lalu.
” Menurut saya sudah cukup kuat unsur unsur perusakannya, nah problemnya sampai 3 bulan polisi tidak bertindak seharusnya ada SP2HP yang lebih tajam. Senyatanya barang bukti hilang, jadi dasar pengaduan hilang, fakta di lapangan ditemukan dirusak lagi oleh terlapor,” kata Gendo Suardana.
Dikatakan mantan aktivis kampus ini, perkara hilangnya BB bisa menjadi preseden hukum tidak baik. Efek lainnya, hilangnya BB bisa mempersulit proses penyidikan perkara yang terang benderang.
“Banyak saksi melihat proses perusakan, penghilangan BB. Jadi tidak ada alasan lain bagi polisi tidak segera nenaikan kasus ini ke proses penyidikan”, tegas Gendo. Pun demikian Gendo menyatakan desakan pada polisi ini bukan bermaksud mengintervensi kewenangan hukum kepolisian namun mengingatkan bahwa fakta itu, saksi dan BB perusakan pintu sudah cukup untuk dilanjutkan ke penyidikan.
“Dan kalaupun ada pertimbangan lain polisi, tentu harus dijelaskan kepada korban selaku pelapor bukan tidak ada pemberitahuan sama sekali,” tuding Gendo berapi api.
Kasus perusakan sambung Gendo merupakan dampak dari adanya dugaan orang yang merampas hak orang lain atas sebidang tanah.Dugaan sementara ada mafia tanah terlibat didalamnya sehingga jangan ditempatkan kasus perusakan seolah hanya menjadi kasus si pelapor tapi dimensinya harus publik. Kasus ini jika diurus secara serius oleh polisi maka pertanggungjawaban nya bukan hanya ke pelapor sebagaimana individu pemilik tanah yang sah tetapi juga kepada publik karena diyakini ada banyak mafia tanah yang bekerja secara sistematis seperti yang dialami oleh korban Perusakan ini adalah salah satu ekses dari tindakan sewenang wenang menguasai suatu barang.
“Maksud saya, polisi tidak hanya melihat proses kasus atau perkara perusakan, tetapi melihat ekses dugaan sistematis mafia tanah,” imbuh Gendo. “Ini sebetulnya ujian, apakah pemerintah serius mengurus kasus yang berkaitan dengan mafia tanah, atau membiarkan mafia tanah tetap ada di negara kita Indonesia,,”pungkas aktivis yang kenyang diuber-uber para penguasa ini.
Perlu diketahui Informasi warga sekitar, Kamis (30/7) hingga Sabtu (1/8) beberapa orang masuk rumah korban. “Ada sekitar 8 orang naik motor masuk rumah Pak Joko, sebagian mengambil gembok,” tutur Hendra tetangga Sugianto. Adapun pantauan di TKP, gembok milik Sugianto sebanyak dua buah hilang. Gembok tersebut sebelumnya dirusak teradu (Wayan Padma) April lalu. Korban kala itu sudah melaporkan ke Polresta Denpasar namun hingga sekarang masih jalan di tempat. Adapun terkait perampasan tanah sudah dilaporkan Ketut Gede Pujiama selaku penjual tanah pada Sugianto. Pujiama melapor bukan hanya obyek tanah yang dibeli Sugianto seluas 2,5 are saja.
Ada enam bidang tanah seluas 6,70 hampir 7 are yang dicaplok Wayan Padma dkk. Tanah teraebut awalnya dikontrak orang secara sah pada Pujiama. Padma berbekal kuitansi palsu mengaku sebagai pemilik dan mengalihkan tanah milik Pujiama itu pada Albert Jon, Muhaji, H.Dedik Sunardi, Ni Wayan Wiwin. Kini sertipikat atas nama Padma dari luas 6,70 are tinggal seluas 1,5 are milik Sugianto setelah dipecah ke H Dedik Sunardi seluas 1 are. Infonya tanah milik Sugianto itu akan segera dialihkan oleh Padma meski sertipikatnya berstatus diblokir BPN.